Kamis, 09 April 2015

Sekilas Tentang Kolonialisme Potugis di Afrika


         Peristiwa penjelajahan yang disusul dengan penjajahan bangsa-bangsa Barat di Afrika, tampaknya telah mulai digagas oleh  Spanyol dan Portugis, pada kira-kira abad ke 15, sekaligus merupakan dua bangsa Eropa yang dapat dipandang sebagai dedengkotnya (pionir eksplorasi) kolonialisme Barat di Afrika. Adapun faktor-faktor pendorong bangsa-bangsa Barat untuk melakukan eksplorasi di Afrika pada awalnya adalah faktor sumber daya alam dan sumber daya manusia, faktor ekonomi, dan faktor istimewa adalah ingin memperluas wilayah jajahan (perhatikan pula semboyan  3 G, yaitu Glory, Gold, dan Gospel). Namun yang terpenting sebenarnya dalam semboyan ini, adalah urusan Glory yang berarti kejayaan, dan yang telah menyebabkan banyak negara-negara Eropa kemudian saling berlomba-lomba untuk mencari tanah jajahan di berbagai wilayah lain seperti di Asia, Amerika, dan tak terkecuali di Benua Afrika.  Tak terkecuali adalah sumber daya manusianya, karena dengan adanya pemanfaatan dari sumber daya manusia ini, jelas sangat membantu negara-negara barat dalam bidang industri terutama dalam hal produksi. Tenaga manusia (budak) dari negara jajahan yang sangat murah, tentu dapat menekan pengeluaran dari proses produksi industri itu sendiri.
Dimulai oleh kedatangan Portugis dengan merebut Pulau Ceuta (yaitu Tanjung Bojador, Tanjung Verde, Tanjung Palmas, dan pantai-pantai di Afrika Barat) pada tahun 1415, maka dimulailah sebuah lembaran baru penaklukkan dan penjajahan bangsa Barat di Afika, yang sekaligus meresmikan pengaruh Portugis yang semakin besar di Afrika manakala Bartholomeus Diaz telah sampai di Tanjung harapan pada tahun 1488. Satu hal yang penting bahwa pendudukan Portugis atas Ceuta pada tahun 1415, awalnya bertujuan untuk melemahkan kekuasaan Islam di Afrika. Namun kemudian keptusan ini mulai berubah manakala timbul perhitungan-perhitungan atas Afrika Barat yang ternyata adalah penghasil barang-barang seperti emas, gading, dan lain-lain yang sejak tahun 1441 dijual di pasar Brugge.
Kemudian pelayaran orang-orang Eropa dilanjutkan oleh Vasco da Gama yang melewati Tanjung Harapan hingga mencapai India pada tahun 1498. Diantara wilayah-wilayah koloni Portugis terpenting saat itu antara lain ialah Angola dan Mozambique, disamping beberapa yang lainnya yang terletak di sebelah barat, seperti Guinea dan pulau-pulau Cape Verde, Sao Tome dan Principe. Diantara catatan penaklukkan Portugis yang penting adalah penaklukan terhadap Angola pada tahun 1482, menyusul kemudian Mozambique sejak tahun 1505. Jika diperhatikan lebih dalam, maka luas Angola sendiri adalah 500.000 mil persegi, sedangkan luas Mozambique mencapai 300.000 mil persegi. Jika keduanya di gabungkan dan kemudian di tambah dengan Guinea, maka luasnya adalah sama dengan luas Eropa Barat.
Memperkuat kedudukan kolonialismenya di Afrika, Portugis kemudian mendirikan benteng-benteng di sepanjang pantai Afrika, benteng tersebut didirikan terutama untuk kepentingan melindungi rute perdagangannya, selain adalah untuk membuktikan kekuasaan  Portugis atas Afrika. Salah satu benteng paling terkenalnya adalah yang dibangunnya di Pantai Barat Afrika dan disebut Benteng Elmina (Elmina Castle dibangun pada tahun 1482).
Dapat diketahui bahwa pada waktu itu tidak hanya Portugis yang mengetahui kekayaan Alam benua Afrika, akan tetapi rival mereka Spanyol juga mengetahui hal tersebut, namun mereka (Spanyol) akhirnya terganjal oleh apa yang dinamakan dengan Perjanjian Tordesillas (6 Juni 1494), yang pada intinya berisi pernyataan dimana “Spanyol tidak diperkenankan menanamkan pengaruhnya di Afrika.” Perjanjian Tordesillas ini memang telah ditengahi oleh Paus Alexander VI (kelahiran Spanyol) atas aduan Christopher Columbus pada tahun 1493, untuk mencegah terjadinya konflik antara kedua negara Eropa tersebut, paus memiliki kekuasaan atas kedua negara ini yang juga merupakan penganut agama Katolik yang taat, sehingga kebijakan Paus dipandang sebagai keputusan yang mutlak (meskipun sebenarnya Spanyol sangat dirugikan dengan perjanjian ini).
Perjanjian Tordesillas atau “The Treaty of Tordesillas” atau yang semula disebut juga “Keputusan Kepausan” (Papal Bull), ini disisi lain juga berarti terbelahnya dunia luar Eropa menjadi dua, yakni bagian Barat untuk Spanyol dan bagian Timur untuk Potugis. Dengan kata lain menurut keputusan ini, garis khayal utara-selatan dari demarkasi 100 liga (1 liga = 3 mil) di sebelah barat  Kepulauan Cape Verde mulai ditetapkan. Tanah non-Kristen di sebelah Barat garis ini berada di bawah kepemilikan Spanyol dan tanah di sebelah Timur dimiliki Portugis.
Salah satu dampak dari perjanjian tersebut secara otomatis adalah bahwa seluruh Afrika dan hampir seluruh Asia telah berada di bawah kekuasaan Portugis, meskipun Spanyol juga kemudian telah merubah pendapatnya dengan mendapatkan seluruh kekuasaannya di Benua Amerika. Dampak lain adalah bahwa hampir selama 275 tahun kemudian, pada kenyataannya Portugis telah menjadi penguasa rute perdagangan di benua Afrika, sampai kira-kira awal abad ke 17 dimana situasi ini selanjutnya mulai berubah, terutama yang disebabkan oleh kedatangan bangsa-bangsa Eropa lainnya yang juga mulai mengincar Afrika. Dengan kedatangan bangsa-bangsa eropa yang lain ke benua Afrika, maka tentu disusul oleh kompetisi dan persaingan diantara sesama bangsa-bangsa Barat di Afrika. Dalam konteks ini, dapat dilihat bahwa bangsa-bangsa Eropa tersebut kemudian mulai membuat batas-batas daerah kolonial mereka masing-masing di benua tersebut, meskipun hal ini akhirnya dapat diselesaikan dengan adanya konferensi (kongres) Berlin, yang membagi wilyah-wilayah di Benua Afrika kepada negara-negara di benua Eropa.
Seperti telah disinggung diatas, bahwa Portugis merupakan salah satu negara printis eksplorasi dan penjajahan di benua Afrika, dan dengan demikian Portugis dapat dianggap sebagai satu-satunya negara Eropa yang paling lama dalam soal menjelajah dan membentuk kolonialisme di Afrika. Koloni-koloni Portugis yang terpenting diantaranya adalah Angola, Mozambique, dan di sebelah barat ialah Guinea, dan kepulauan-kepulaun kecil seperti cape Verde, Sao Tome dan Principe. Selama lebih dari lima abad setelahnya Portugis berhasil menanamkan pengaruh-pengaruhnya di daerah koloninya di Afrika, pada saat negara-negara Eropa yang lain justru sedang bertimbang untuk memilki wilayah koloni di Afrika.
Dalam melakukan kolonialisme di Afrika, Portugis tampak menggunakan system politik kolonial yang didasarkan pada persamaan ras dengan perbedaan kultur (disebut Politik Paternal), terutama dibidang pendidikan, dan didalam prakteknya Portugis memang termasuk bangsa penjajah yang paling meminimalkan politik rasial. Oleh sebab itu perkawinan antara hitam dan putih dikoloni Portugis tampak merupakan hal yang biasa. Akan tetapi politik kolonial yang tidak mengenal diskriminasi ras tersebut hanyalah sutu refleksi saja dari sistem yang berlaku di Portugis. Dibawah pemerintahan diktator Dr. Salazer, pemerintah bersifat otokratis dengan sentralisasi ketat, yang tidak memungkinkan adanya pemikiran-pemikiran demokratis untuk tanah jajahan. Oleh sebab itu walaupun telah di umumkan dengan resmi bahwa koloni-koloni di jadikan provinsi-provinsi diseberang lautan atau provinsi-provinsi Afrika, dan mempunyai hak yang sama dengan hak-hak yang dimiliki oleh provinsi metropolitan, namun karena sifat pemerintahan Salazar yang otokratis, maka pelaksanaan peraturan tersebut diatas mengalami kegagalan. Keadaan provinsi diseberang lautan dalam kenyataannya sama dengan koloni-koloni dimasa sebelumnya bahkan nyaris tidak mengalami perubahan.
Dengan dijalankan politik paternal, Potugis berharap dapat membentuk golongan elite dikalangan penduduk pribumi, dan untuk itu pula pemerintah melaksanakan apa yang dinamakan “segreation” atau pemisahan di bidang sosial. Dasarnya memang bukan warna kulit, tetapi kultur, namun dalam kenyataanya diidalam masyrakat jajahan, hanya orang-orang Portugis dan asimilados sajalah yang mempunyai hak sebagai warganegara. Syarat-syarat untuk diterima sebagai asimilados-asimilados itupun pada akhirnya adalah sangat menyulikan, dimana penduduk pribumi itu harus terpelajar dan harus lulus dalam pengujian mengenai kultur Poertegis; disamping harus pula beragama Katholik Roma dan memilik standar hidup yang lebih tinggi dari pada penduduk yang masih hidup dalam kesukuan.
Hal ini pada akhirnya akan membuktikan bahwa penduduk koloni dalam jumlah besar tentu tidak juga mempunyai hak kewarganegaraan, mereka dipaksa dengan kasar dan keras untuk bekerja kepada pemerintah dan kolonis-kolonis kulit putih. Kerja paksa untuk pemerintah misalnya pembuatan jalan-jalan, jembatan-jembatan dan bagunan-bagunan bahkan pengusaha-pengusaha perkebunan. Bahkan pemerintah mengeluarkan pula peraturan yang dimana setiap orang harus memilik surat keterangan yang menyatakan bahwa ia petani perseorangan; mereka yang tidak mempunyai surat tersebut harus mencari pekerjaan.
(dari berbagai sumber)

Continue reading

Minggu, 05 April 2015

Koleksi Jadul Kami

Koleksi Fery Fadila




Nampan (baki/talam) berbahan dasar Perak,
motif Berontoseno (Koleksi MP 0002)

















Setrika arang berbahan dasar kuningan,
bermotif ular naga
(Koleksi MP 0001)






















Alat bor tangan jadul berbahan besi
dengan tenaga manual di bagian samping 
Tinggi sampai gagang 43 cm
(Koleksi MP 0003).

 



















Continue reading

Jumat, 03 April 2015

Ocehan Sang Prabu

"Pasar Malam" Sebuah Reuni Masa Silam

           

           Suasana Pasar malam, Pasar Rakyat, atau Pasar Murah yang secara khusus digelar pada malam hari untuk jangka waktu tertentu melalui pemanfaatan efen-efen tertentu seperti pada foto diatas (23 Juli 2015), sebenarnya telah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Dalam batas-batas tertentu meskipun terdapat perbedaaan namun secara umum mungkin saja terdapat persamaan, meskipun kita hampir tidak tau apa yang murah di "Pasar Murah" ini. Di Langsa Pasar Malam atau Pasar Rakyat seperti itu mulai sangat dikenali setidaknya sejak kira-kira tahun 1910, ketika pertumbuhan perusahaan-perusahaan milik Pemerintah Kolonial dan Swasta Eropa telah mulai berkembang pesat. Diantara beberapa perusahaan besar tersebut adalah Langsar Petroleum maatschapijj, Langsa Bay, Perkebunan Karet Rubber Cultuur Maatschappij Soengey Raja, Naamlooze Vennotschap Langsar – Landsyndicaat, Langsar Sumatra Rubber Maatschappij, dan lain-lain.
Dalam buku “Berjuta-Juta dari Deli - Satoe Hikajat Koeli Contract” yang ditulis oleh Emil W. Aulia, tahun 2006, dilukiskan bahwa pasar seperti ini memang sengaja digelar pada setiap akhir bulan setelah masa gajian, para kuli dibiarkan terpikat ke dalam suasana pasar dan hiburan seperti ini, agar mereka menghabiskan upah mereka hingga harus meminjam uang kepada mandor perkebunan dengan bunga yang mencekik. Dengan begitu para kuli akan terbelit oleh hutang yang tak terbayarkan, sehingga mau tidak mau mereka harus terus memperpanjang kontrak kerja mereka.
Ini adalah salah satu politik Pemerintah kolonial Belanda dan swasta Eropa untuk tetap mengikat buruh atau para pekerja agar tetap terikat untuk bekerja. Hal ini disebabkan untuk mendatangkan buruh atau para pekerja bukanlah pekerjaan yang mudah dan murah. Harapan kita tentu Pasar Murah, Pasar Malam, atau Pasar Rakyat yang digelar sekarang tidak hanya sebuah media reuni ke masa silam yang "getir".


 

Temen-temen Gue


Komunitas Anak-anak Vespa Jember Jawa Timur
Dalam Rangka Touring adventure to Aceh





Temen-temen Pengemar Motor Jadul (BSA)



Bangunan Terlantar


Setelah lahir malah ditelantarkan, kayak nasib Engeline 
si bocah malang, hehehe ....



Marginalisasi Bakong asoe dan 
Rokok tradisional






Ternyata mereka juga adalah sah pemilik negeri ini
Perayaan Imlek 2015 di Kampung Cina II (pecinan) Langsa, 
Jalan Iskandar Muda





Sebuah fakta tentang multikulturalisme dan pluralisme Langsa
Sikabau jo Sarilamak, Painan jo Taluak Kabuang. 
Dimano bumi dipijak, Disinan langik dijunjuang.


Continue reading

Rabu, 01 April 2015

Dampak Revolusi Industri Inggris


Sdri. Lusi Andriani

            Seperti yang telah pernah kita diskusikan sebelumnya, bahwa Revolusi Industri (Istilah revolusi industri sendiri diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis Auguste Blanqui pada petengahan abad 19)   untuk mengolah barang bahan mentah menjadi barang yang siap untuk dikonsumsi.. Dengan kata lain bahwa revolusi industri berniat untuk mengurangi bahkan mengganti  tenaga kerja kasar (manusia atau hewan) dengan tenaga tehnik atau mesin berbasis manufaktur, jadi intinya adalah perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.


yang semula muncul di Inggris, Britania Raya, pada kira-kira akhir abad ke 18, atau antara periode 1750-1850 (hampir tidak diketahui dengan pasti, kapan tepatnya revolusi industri ini dimulai), pada dasarnya adalah sebuah perubahan dalam bidang ekonomi dari sebuah sistem ekonomi agraris ke ekonomi tehnikal yang menggunakan mesin. Perubahan yang sangat cepat ini telah terjadi diberbagai bidang seperti bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi
            Ada banyak hal (faktor) yang telah mendorong atau melatar-belakangi terjadinya revolusi industri di Inggris, misalnya faktor politik, keadaan sumber daya alam, dan juga tentang tumbuhnya lembaga riset seperti Royal Society of England. Namun memang yang tidak kalah pentingnya dari revolusi industri itu sendiri adalah dampak ditimbulkannya, yang tentu saja dapat dilihat secara positif maupun negatif. Misalnya secara positif adalah munculnya industri itu sendiri secara besar-besaran. Terjadinya peningkatan kualitas hidup masyarakat yang dalam batas-batas tertentu telah menjadikan hidup menjadi lebih dinamis. Manusia kemudian dapat berkreasi untuk melahirkan berbagai produk untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih mudah dan dalam waktu yang lebih singkat. Harga barang menjadi lebih murah karena diproduksi dengan menggunakan mesin. Meningkatnya urbanisasi dan berkembangnya kapitalisme modern, dan lain-lain.
            Namun disisi lain, revolusi itu sendiri juga berdampak secara negatif, misalnya munculnya kecemburuan sosila antara kaum proletar dengan kaum borjois terutama karena alasan perbedaan keuntungan, meningkatnya angka kriminalitas, meningkatnya persaingan antara negara-negara kuat, kolonialisme, globalisasi, dan lain-lain.

Continue reading

Tugas Ecek-ecek



Daftar Tema Kajian Ecek-ecek yang sudah falid Unit 3 dan 4 :
1. Devina Nurvadilah,  Tradisi Tob Daboih
2. Marvirani,  Perspektif tentang Dewi Sri
3. Reni Prayani,  Menelusuri jejak Sumur Embesan
4. Masturil Yamin, Tentang Mitologi Pon
5.Farisa Darasakina, Mitologi Cirik Barandang
6. Irhamuddun, Khanduri Teupin
7. Rizal Jasnun, Kuda Lumping
8. Lusi Andriani, tradisi tujuh bulan
9. Yuni Angraini, tentang Gagar mayang
10.Baiti Ruhama, tradisi tentang ari-ari bayi 
11.Angga Kurniawan, perbandingan prosesi pemakaman jenazah
12.Fani Riskina, Mitologi Teulaga Tujoh
13.Eka Handayani, Kisah dibalik penamaan "Titi Minah"
14. Peni Prayana, Mata Air Embes-embesan 
15. Siti Aminah, Mahluk Astral 
16. Rafina Yulandari, Laga ayam
17. 



Daftar Laporan Desa yang sudah masuk :
1. Nurwijayanto, Desa Timbang Langsa
2. Masturil Yamin, Desa Karang Anyer
3.Nurleli, Gampong Matang Seulimeng
4. Sarimelati, Sungai Pauh 
5. Nurlaila, Meurandeh Teungoh
6. Eka Handayani, Gedubang Jawa
7. Lusi Andriani, Gampong Teungoh








Daftar Tugas I yang sudah masuk :
1. Nurleli
2. Desi Nurmiati (dibatalkan)
3. Masturil Yamin
4. Sari Melati
5. Lusi Andriani 
6. Masturil
 7. Nurwijayanto
8. Nurlaila
9.Peni Prayana
10. Fery Fadila

Continue reading