Sabtu, 28 Maret 2015

Mumi dalam masyarakat Mesir Kuno

Sdr. Nurleli,


Yang penting diketahui bahwa sebuah mayat (jasat atau tubuh) manusia atau hewan yang ter atau diawetkan, lazimnya disebut “mumi” (biasanya mayat raja-raja atau orang-orang penting). Mumi dapat saja terjadi karena proses perlindungan dari dekomposisi tertentu, baik yang disengaja (buatan), maupun oleh faktor yang alami, sehingga bentuk awalnya tetap terjaga. Dengan kata lain mumi dapat terjadi karena menaruh tubuh (mayat) tersebut di tempat yang sangat kering atau sangat dingin, dengan ketiadaan oksigen, atau dengan penggunaan bahan kimiawi. Mumi yang paling terkenal adalah mumi yang dibalsam dengan tujuan pengawetan tertentu, terutama dalam kasus peradaban Mesir kuno.Tujuan pembuatan mumi (mengawetkan jenazah) dalam peradaban Mesir Kuno, adalah untuk menjaga agar arwah raja atau orang-orang penting dapat menjadi tenang jika tubuhnya masih tetap awet, atau kepercayaan bahwa bahwa jiwa orang yang telah mati suatu hari akan kembali pada jasadnya. Itulah sebabnya mengapa dalam banyak mumi juga disertai dengan pemberian atas perhiasan berupa emas dan yang lain lain.
Hal tersebut juga memperkuat indikasi bahwa orang Mesir kuno juga percaya pada kehidupan setelah mati, dan tubuh yang diawetkan berguna agar jiwa dapat mengenalinya dan tahu kubur mana yang harus dimasuki. Konon, dari sinilah kata"mummi" itu berasal, yang berarti tubuh yang diawetkan.
Sampai sejauh ini, memang sudah banyak ditemukan mumi di Mesir (meskipun tidak dapat kita katakan bahwa mumi hanya milik peradaban Mesir Kuno). Arkeolog Perancis pada 26 April 2004 telah menemukan lebih dari 54  sosok mumi di Mesir dan peti mayat berbahan dasar kayu dan kapur, terutama di kawasan Sakalla kurang lebih 20 km di selatan Kairo, dan uniknya adalah hampir semua mumi yang ditemukan itu kondisinya justru dalam keadaan “baik” 
(lihat juga : http://dunia.news.viva.co.id/news/read/153002-57_makam_kuno_mesir_ditemukan)





Sebuah mumi dari kuburan di Mesir yang diduga telah berumur 2.600 tahun 
(AP Photo/Supreme Council of Antiquities)



Share:

0 comments:

Posting Komentar