Jumat, 25 Maret 2016
Jumat, 04 September 2015
Kamis, 03 September 2015
Senin, 24 Agustus 2015
Panjat Pinang Sebagai Hiburan 17 Agustusan
Dengan mengucapkan syukur kehadiran Allah S.W.T, bangsa
Menyadari pengahayatan atas nikmat kemerdekaan yang telah diraih bangsa kita,
maka tidak heran setiap momen perayaan HUT RI 17 Agustus, selalu mendapat
mendapat apresiasi yang luas dari semua lapisan masyarakat di seluruh
Indonesia, bahkan dengan menggelar berbagai acara resmi maupun hiburan, dan
lomba-lomba yang pada intinya berusaha mengantarkan imajinasi kita atas
pentingnya arti sebuah perjuangan.
Diantara sekian banyak acara yang digelar dalam rangka memperingati HUT RI,
salah satunya adalah hiburan rakyat yang dinamakan dengan panjat pinang.
Demikian legendarisnya acara panjat pinang ini, sehingga Benyamin Sueb
(Benyamin S). justru merasa perlu untuk mengabadikannya dalam sebuah lagu
berjudul “Panjat Pinang”. Sampai dengan perayaan HUT-RI yang ke 70, yang
baru saja kita peringati beberapa hari yang lalu, acara panjat pinang tetap
menjadi pilihan yang paling diminati di hampir seluruh Nusantara. Oleh sebab
itu pantaslah rasanya jika acara panjat pinang tersebut dilihat sebagai sebuah
warisan kebiasaan hiburan rakyat dari sebuah waktu di masa lampau.
Dalam konteks sejarah, ada banyak versi yang mengkisahkan tentang
asal-usul acara panjat pinang dalam masyarakat di Indonesia yang telah menjadi
lomba khas 17 Agustus-an. Sebuah perlombaan yang memperebutkan sejumlah hadiah
di ujung sebatang pohon pinang yang dilumuri pelumas, yang tetap masih populer
hingga sekarang. Salah satu diantaranya mengisahkan bahwa panjat pinang telah
dikenal bangsa kita melalui salah satu tradisi dari panjat pinang yang populer
di Fujian,
Di negeri kita diperkirakan permainan panjat pinang berasal dari kebudayaan
Festival Hantu, dari masyarakat keturunan Cina di daerah Bogor, sekitar abad ke
5. Mulanya festival hantu biasa dilakukan hanya di sekitaran kelenteng saja
yang di depan kelenteng biasanya dipasang pohon pinang yang di ujungnya
ditancapkan bendera. Batang pohon pinang dilumuri minyak pelicin. Perbedaannya
adalah para peserta hanya diminta untuk mengambil bendera berwarna merah, bukan
mengambil hadiah dari puncak pohon pinang tersebut.
Dalam sumber yang lain dikisahkan bahwa permainan panjat pinang ini dilanjutkan
(dikembangkan) oleh kolonial Belanda di negeri kita sejak kira-kira tahun
1930-an. Dikatakan, bahwa permainan ini digelar oleh orang-orang Belanda pada
saat mereka sedang melangsungkan acara-acara tertentu seperti acara pernikahan
mereka, ulang tahun, dan lain sebagainya. Peserta panjat pinang hanya akan
diperuntukkan atau dilakukan oleh masyarakat pribumi, sementara mereka para
Londo bertindak sebagai penonton yang siap untuk menertawakan para pribumi yang
saling menginjak menaiki pohon pinang tersebut. Hadiah yang digantungkan di
pucuk pohon pinang biasanya adalah berupa bahan-bahan makanan seperti gula,
keju, atau pakaian, yang merupakan bahan-bahan yang sangat sulit didapatkan
untuk bangsa kita alias barang mewah. Permainan ini digelar sebagai tontonan
atau hiburan para masyarakat Belanda. Kelicinan dan kesulitan untuk mencapai
puncak, jatuhnya peserta yang mencoba mencapai puncak menjadi hiburan tersendiri
bagi mereka.
Terlepas dari sejarahnya yang demikian itu, perlombaan panjat pinang, dalam era
sekarang ini, memang tidak lagi merupakan perlombaan yang hanya mengandalkan
individu yang saling berebut untuk mendapatkan hadiah diujung batang pinang,
namun lebih tampak sebagai team work, yaitu kerja tim yang saling bergantian
dan saling menyongkong dalam satu kelompok agar bisa mencapai dan mendapatkan
hadiahnya. Sehingga dalam batas-batas tertentu permainan ini kemudian menjadi
sebuah permainan yang dipandang wajar, yaitu ketika ada pihak yang menjadi
penonton dan ada pihak yang menjadi pemain dan ketika ke-dua pihak ini tidak
lagi berada dalam posisi "si tuan penjajah" dan "mereka yang
dijajah".[2]
Namun yang terpenting adalah apakah perlombaan panjat pinang
tersebut masih perlu dipertahankan sebagai bentuk perlombaan yang mendidik,
dalam rangka menghayati makna nilai perjuangan atas kemerdekaan bangsa kita.
Jika kembali ke zaman penjajahan, maka fenomena saling injak dan saling sikut
diantara sesama bangsa kita untuk mendapatkan keberuntungan, memang menjadi
tontonan yang biasa bagi mereka. Perilaku semena-mena dan bahagia melihat orang
lain menderita seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
keseharian mereka yang bernama Londo. Para peserta dari pribumi kita saat itu,
tanpa rasa iba menginjak tubuh dan bahkan kepala sesamanya untuk mendapatkan
hadiah. Jika mereka gagal untuk sampai ke puncak dan jatuh, maka para penonton
(Londo) bertepuk tangan dengan riang gembira, seakan-akan penderitaan para
peserta lomba merupakan kebahagiaan bagi para penontonnya.
Asep Kambali, seorang sejarawan dari Komunitas Historia Indonesia telah
berkali-kali meminta agar semua pihak dapat memaklumi tentang seremoni panjat
pinang dalam perayaan HUT RI yang dianggapnya kurang mendidik dan tidak terkait
dengan makna simbolis moment kemerdekaan (www.bbc.com, 11/8/2015), disamping
justru mempertontonkan kebodohan masalalu kita dalam pentas hegomony kolonial
yang menganggap bangsa kita sebagai tontonan pembuktian kelas sosial.
Jikapun tujuannya hanya sekedar untuk
mendapatkan sebuah tontonan rakyat yang murah meriah (seru dan lucu) dalam efent
perayaan 17 Agustusan, bukankan lebih baik menggantinya dengan berbagai
tontonan murah lain yang lebih mendidik, lebih bermakna, dan lebih berkreatif
menuju efent yang lebih besar dan luas, misalnya lomba baca puisi perjuangan,
lomba teaterikal, dan lain-lain. Itulah sebabnya mengapa Darma (seorang
sejawan) juga bertanya, “apasih bangganya menang lomba panjat pinang di
tingkat kelurahan ?”.
Pada akhirnya tentu kita tidak ingin menolak secara drastis perlombaan panjat pinang
dalam moment perayaan 17 Agustusan, karena bagaimanapun lomba panjat pinang
memang cukup menarik perhatian masyarakat. Namun dilain pihak semestinyalah
masyarakat juga lebih diarahkan pada lahirnya daya kreativitas yang lebih
menanamkan nilai-nilai kepahlawanan dan cinta tanah air dalam kegiatan perayaan
17 Agustusan di masa depan. [3]
[1]
Jiang, Rinto. "Korelasi
Perlombaan Panjat Pinang Di Indonesia Dengan Budaya Tionghua". Budaya Tionghoa, dalam http://stti.kpt.co.id/id2/pusat-ensiklopedi-2/lomba-panjat-pinang_42422_stti-kpt.html#Sejarah
Selasa, 04 Agustus 2015
Buku Langka
Buku Tua Abad Ke-19 di perpustakaan Harvard
(Sampul dari kulit manusia)
Minggu, 26 Juli 2015
Pengantar Sej. Kebudayaan Islam
Memahami Dasar-dasar Sejarah Kebudayaan Islam
(Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam)
A. Pengertian Sejarah :
- Kata sejarah yang kita kenal dalam bahasa Indonesia kita sehari-hari ternyata bearasal dari kata dalam bahasa Arab, yakni “syajarah”. Kata tersebut secara harfiah berarti “riwayat” atau “kisah”, meskipun dalam tradisi bahasa Arab sendiri, kata sejarah yang kita kenal sering disebut dengan istilah “tarikh”, yang mengandung arti ketentuan masa atau waktu. Sebagaimana kata “syajarah” yang berari pohon, maka ia mengandung makna segala sesuatu yang berkaitan dengan pohon, sejak dari proses tumbuh hingga kepada segala sesuatu yang dihasilkannya, atau dengan kata lain catatan yang lengkap mengenai sesuatu (kejadian). Itulah sebabnya mengapa sebagian orang juga berpendapat bahwa kata sejarah dalam bahasa kita, sepadan dengan kata syajarah yang berarti pohon (kehidupan), dan kata sejarah diartikan sebagai kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi (fakta) di masa lampau.
B. Pengertian Kebudayaan :
- Sedangkan kata “kebudayaan” dalam bahasa kita ternyata juga berasal dari kata dalam bahasa Sansakerta yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi dan daya yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran “ke” dan “an” (kebudayaan). Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan norma, sedangkan “daya” berarti hasil karya cipta manusia, atau segala upaya untuk menghasilkan dan mengembangkan sessuatu agar menjadi lebih baik dan memberikan manfaat bagi hidup dan kehidupan.
- Dengan demikian, kebudayaan tentulah akan bersangkut paut dengan semua hasil karya, karsa dan cipta manusia didalam masyarakat. Namunpun demikian, istilah "kebudayaan" terkadang dikaitkan juga dengan istilah "peradaban", perbedaannya adalah bahwa kebudayaan lebih banyak diwujudkan dalam bidang seni, sastra, religi dan moral, sedangkan peradaban lebih menekankan (diwujudkan) dalam bidang politik, ekonomi, dan teknologi.
- Jika secara bahasa (“Aslama-Yuslimu-Islaman”), Islam berarti selamat, penyerahan, kepatuhan, atau ketundukan, atau yang menurut istilah berati agama yang di turunkan oleh Allah SWT untuk membimbing umat manusia menuju kebahagian di dunia dan akhirat, dan apabila kedua kata tersebut (Sejarah dan Kebudayaan) diatas dikaitkan dengan Islam, maka Sejarah Kebudayaan Islam setidaknya dapat berarti sebagai “kajian (studi) tentang segala sesuatu yang di hasilkan oleh umat Islam untuk kemaslahatan hidup dan kehidupan manusia, melalui hasil karya, karsa dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam”.
Kesimpulan :
Sejarah Kebudayaan Islam adalah suatu kajian (Studi) tentang kejadian atau peristiwa masa lampau yang berbentuk hasil karya, karsa dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada sumber dan nilai-nilai Islam.
Rabu, 01 Juli 2015
Kepercayaan Perekat Hubungan
hubungan, termasuk hubungan antara
pemimpin dan yang dipimpin adalah
kepercayaan, dan kepercayaan itu
dibangun atas dasar integritas." -
Brian Tracy
Dear Sahabat yang amanah,
Kepercayaan adalah fondasi dari semua hubungan.
Hubungan kerja, bisnis, kepemimpinan dan tentu saja cinta dibangun atas dasar kepercayaan. Tanpa itu, sebuah hubungan tak akan berjalan, sebuah organisasi pun akan kacau.
Bayangkan jika Anda berada dalam sebuah lingkungan, hubungan atau organisasi tanpa kepercayaan, para pekerjanya saling curiga satu sama lain dan para atasannya berusaha mempertahankan posisinya masing-masing dengan segala cara. Organisasi seperti itu sangat rapuh dan tinggal menunggu waktu untuk hancur.
Sahabatku, sebagai seorang pemimpin, Anda harus menginvestasikan banyak waktu untuk membangun kepercayaan dari bawahan atau pengikut Anda. Kepercayaan itu sebenarnya dibangun atas fondasi sederhana. Jalanilah kehidupan dengan penuh integritas dan hormati orang lain. Konsistensi dalam kata dan perbuatan. Melakukan dan menepati apa yang Anda katakan pada orang lain.
Sebelum Anda mengharapkan orang lain percaya pada Anda, sebagai pemimpin Anda harus percaya dahulu pada orang lain. Delegasikan kewenangan Anda pada mereka. Mereka pun akan merasa dipercaya atas kemampuan mereka.
Butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan dan hanya butuh waktu beberapa detik untuk menghancurkannya. Belajarlah mempercayai, belajarlah untuk jadi orang yang dipercaya.
Salam hangat selalu dari sahabatmu, Ahira
Temuan Jejak Candi Kuno Aceh Utara
Supriadi bersama warga sudah meneliti tumpukan batu tersebut, tetapi sejauh pencariannya tidak menemukan pintu masuk kedalam candi tersebut. Bisa jadi karena keberadaan candi tersebut yang telah berumur berabat-abat sehingga pintu masuk kedalam candi sudah tertutup rapat. Pada saat terjadinya gempa bumi 26 Desember 2004 didaerah ini pernah terjadi lonsor besar yang mengakibatkan pengesaran gunong kecil yang berada dikawasan Krueng Jeureugeh. Kepala Dusun Cot Calang Gampong Riseh Tunong, Abdul Manaf berharap candi yang ditemukan oleh warganya agar bisa dilestarikan dan dijaga sebaik mungkin. Akan tetapi semua itu tergantung kepada pihak pemerintahan yang akan melakukan apa terhadap penemuan baru tersebut. “Semoga penemuan candi tersebut bisa diketahui oleh seluruh masyarakat Aceh, rakyat Indonesia dan masyarakat internasional bahwa di Kabupaten Aceh Utara masih tersimpan pradaban kuno yang punya nilai sejarah,”harap Abdul Manaf.
Untuk bisa tiba kelokasi penemuan batu bersusun rapi yang disebut-sebut sebagai candi peninggalan itu harus berjalan menempuh areal gunung Lhee Sagoe dengan menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam, yakni tiga jam dengan mengendarai sepeda motor kemudian harus berjalan kaki 3 jam, karena mendaki gunung-gunung kecil dan tidak bisa sepeda motor.
Keuchik Riseh Tunong, Buchari Budiman menyebutkan untuk menuju candi yang berada di gunung Lhee Sagoe harus menempuh waktu perjalanan 6 jam sampai 8 jam. Perjalanan ke tempat candi bisa ditemput dari berbagai arah, bisa lewat Dusun Blang Ranto, Dusun Lhok Baro dan yang paling mudah dilewati melalui Dusun Cot Calang. Mayoritas Masyarakat Gampong Riseh Tunong yang berdekatan Gampong Gunci Kecamatan Sawang Aceh Utara adalah petani dengan mata pecaharian utama pada pinang, coklat (kakao), kemiri dan sawah. Kalau tanaman buah-buahan adalah durian yang sering dikenal dengan sebutan “boh drien.
Pemerintah Berusaha Menggali
Tgk. Lambayong menurut riwayat, semasa hidupnya beliau merupakan sosok yang alim dan pemberani dalam melawan penjajahan kafir Belanda dan Jepang. Sementara di Gampong Riseh Baro menurut keterangan salah seorang tokoh masyarakat Mahfuddin (Bang Fuddin) juga ada kuburan Tgk. Lam Kubu, letak kuburanya di belakang Mesjid Gampong Riseh Baroh. Menurut cerita masyarakat dari mulut kemulut, pedang yang dimiliki oleh Tgk Ahmad Dewi berasal dari Tgk. Lam Kubu. Menurut cerita pula, Tgk. Muhammad Daud Beureueh pada zaman penjajahan Jepang dan Belanda pernah singgah dan menginap di Gampong Riseh Tunong dusu Lambayong. Kehadiranya dalam rangka meminta bantuan kepada pejuang Aceh yang ada di gampong Riseh (Pang Riseh) untuk membantu perjuangan Aceh. (fz)