Selasa, 30 Juni 2015

Jejak Para Tokoh Legendaris Kami





Mayor Bachtiar Dahlan, Ketua TKR Langsa
Sang Pelopor Pelucutan Senjata Jepang di Langsa dan Aceh Timur
Pemimpin Pertempuran Melawan Tentara Jepang




 Bpk. Usman Ams
Satu dari sebelas pelaku sejarah yang masih hidup
Dalam peristiwa penaikan bendera Merah Putih pertama di Langsa




 Hanafiah Dun (Peutua Piah)
Tokoh Legendaris Dagang Barter via Penang dan Malaya
Gasida Langsa

Continue reading

Pasar Langsa Baro


Akankah bangunan semewah ini juga akan mengalami nasib yang sama
Setelah dilahirkan lalu ditelantarkan
Apa yang salah dengan bangunan yang telah sekian lama selesai ini ?






Pemberdayaan ekonomi pro-rakyat .... ?


Jadi ngini ya, dulu waktu nyalon, ngomongnya akan menyelesaikan persoalan besar masyarakat yang tidak kunjung selesai, yaitu kemiskinan dan kebodohan, intinya akan memberi kesempatan kepada rakyat untuk lebih berjaya secara mandiri, istilahnya waktu itu pro rakyat.
 Tapi sekarang rasanya kok malah bikin bingung, apa sih yang dimaksud dengan pro rakyat itu ? apakah itu artinya suatu ekonomi yang diusahakan oleh para pengambil kebijakan dan sebagian untungnya untuk pemberdayaan rakyat, atau rakyat yang diberdayakan agar menjadi pengusaha yang mampu bersaing dan mandiri ?
 


Continue reading

Waspadai Bersama



Tetap waspadai, jangan sampai jejak bangunan tua ini ditelan lagi
oleh birahi bisnis kaum berdasi




Sebuah jejak bangunan berarsitektur Eropa
Waspadai, mengapa harus ditelantarkan ?



Satu-satunya yang masih tersisa di Jalan Teuku Umar




Continue reading

Sabtu, 27 Juni 2015

Sulitnya Bicara Sejarah


Dikutip dan diedit dari Judul Aslinya : “Pengeboman Dresden (1945), 
Pembantaian Keji Sekutu atas Jerman”. 
Oleh : Cahyono Adi. 

     
Ada banyak sekali kisah atau fakta sejarah selama ini, ternyata hanyalah kita dapatkan dari informasi sepihak, khususnya mengenai Perang Dunia II, yaitu informasi dari pihak pemenang (penguasa), yang dalam hal ini berarti dari sekutu, Amerika-Inggris-Perancis-Uni Sovyet dan negara-negara ZOG (zionist occupied goverments) lainnya. Kita bahkan jarang sekali, kalau tidak bisa dikatakan tidak pernah, mengetahui dari sudut pandang lawan sekutu, yaitu pihak yang terkalahkan, semisal Jerman-Italia-atau juga Jepang. Kita misalnya tidak pernah mengetahui motif Hitler membiarkan ratusan ribu Tentara Ekspedisi Inggris yang terkepung di Dunkirk, Perancis, melarikan diri kembali ke Inggris. Kita tentu juga sangat jarang, kalau tidak dikatakan tidak pernah, mendengar tentang peristiwa Pemboman Dresden, meskipun sebenarnya itu adalah sebuah peristiwa paling memilukan dalam kisah sejarah tentang Perang Dunia II. 
       Dresden pada tahun 1945 adalah kota yang indah dengan 650.000 penduduknya yang ramah. Pada tgl 13 Februari 1945 kota ini dipenuh dan disesaki oleh sekitar 750.000 pengungsi Jerman yang melarikan diri dari kekejaman tentara komunis-yahudi Uni Sovyet. Mereka berkemah di taman-taman dan tanah lapang yang ada, bahkan di trotoar dan jalan-jalan. Mereka merasa aman di sana karena Dresden bukan saja kota yang memiliki fasilitas militer dengan target serangan musuh. Sebaliknya Dresden adalah "kota rumah sakit" yang memiliki 25 rumah sakit dan fasilitas-fasilitas medis yang besar. Mereka juga sadar bahwa menurut hukum internasional, kota mereka tidak mungkin menjadi sasaran serangan militer sebagaimana Jerman juga tidak pernah menyentuh "kota-kota pendidikan" di Inggris seperti Oxford dan Cambridge.
       Namun anggapan mereka ternyata keliru. Pada jam 10.15 malam sebanyak 800 pesawat bomber dan pesawat-pesawat tempur pengawal Inggris memenuhi langit Dresden dan menumpahkan berton-ton bom penghancur. Ribuan orang tewas maupun luka-luka dalam satu serangan tersebut. Saat pesawat-pesawat itu menghilang dari langit, penduduk dan pengungsi yang selamat keluar dari persembunyian untuk memberikan pertolongan para korban. Demikian juga ribuan penolong dari kota-kota dan desa-desa sekitar, segera bergegas menuju Dresden. Mereka tidak pernah membayangkan peristiwa tragis ini baru saja terjadi. Tentu saja mereka juga tidak pernah menyangka bahwa berhentinya serangan hanyalah sebuah tipuan belaka. Karena disaat jalan-jalan sedang dipenuhi para penolong dan korbannya, gelombang kedua serangan udara Inggris yang mematikan kembali datang menghantam. 
       Serangan kedua bahkan memberikan dampak kehancuran yang jauh lebih besar dari pada kota yang masih dipenuhi bara api serangan pertama. Api berkobar lebih hebat lagi membakar. Demikian hebatnya kebakaran dan panas yang ditimbulkannya hingga para penolong dari luar kota demikian kesulitan untuk memasuki kota. Sementara ribuan penduduk Dresden dan pengungsi justru sedang terbakar hidup-hidup. 
       Cerita tentang kengerian dari peristiwa itu sebenarnya demikian tidak terkatakan. Saat anak-anak kecil yang terpisah dari orang tuanya terjebak di dalam genangan aspal yang meleleh karena panas. Atau saat anak-anak kecil terinjak-injak oleh orang-orang yang berebut jalan untuk menyelamatkan diri. Hal seperti ini tentunya tidak pernah dialami rakyat Inggris, Amerika dan sekutu-sekutunya. 
       Bencana kemanusiaan ini belum berhenti karena keesokan harinya giliran Amerika unjuk gigi. Sebanyak 400 pesawat pembom menumpahkan muatannya dan pesawat-pesawat tempur menembaki orang-orang di jalanan termasuk para tenaga medis yang tengah merawat pasien di sepanjang jalan tepi Sungai Elbe.
        Namun itu semua masih belum berakhir karena tiga serangan lanjutan telah direncanakan tentara sekutu: 15 Februari, 3 Maret, dan 17 April 1945 dengan total pesawat pengebom mencapai 1.172 unit. Korban tewas diperkirakan mencapai 400.000 jiwa, atau bahkan lebih. Dan karena Jerman tidak memiliki cukup orang untuk melakukan evakuasi, mayat-mayat hanya disemprot dengan disinfektan atau api kemudian dikubur bersama reruntuhan bangunan. 
         Sebagaimana ditulis oleh Jendral Patton, kamandan pasukan sekutu yang berhasil mengalahkan dan menduduki Jerman, dalam buku hariannya, pemerintahan sipil sekutu, terutama Amerika dan Inggris, secara sistematis berupaya melakukan pembersihan etnis terhadap warga kulit putih Jerman, semata-mata dengan motif balas dendam orang-orang yahudi kepada mereka. Antara 800.000 sampai 1,1 juta tawanan perang Jerman dibiarkan tinggal di kamp tawanan tanpa atap dan alas selama berbulan-bulan menahan kelaparan, kepanasan dan kedinginan. Warga sipil Jerman diusir dari rumah-rumah mereka untuk diisi oleh orang-orang yahudi yang didatangkan dari Uni Sovyet dan Eropa Timur. Sekitar 500.000 tawanan perang lainnya, sipil maupun militer, dikirim ke Siberia untuk menjalani kerja paksa. Bagi para wanita Jerman, masa-masa terakhir regim Nazi adalah neraka sesungguhnya. Mereka hanya mempunyai dua pilihan: diperkosa oleh tentara Uni Sovyet atau dibom oleh pesawat pembom Amerika dan Inggris.
        Diperkirakan sekitar 5 juta warga Jerman secara sistematis dibiarkan mati kelaparan selama 5 tahun setelah perang oleh tentara sekutu yang menduduki Jerman. 
       Dan karena yahudi mengontrol pemerintahan dan media massa barat, bahkan warga Jerman sendiri tidak banyak mengetahui tentang tragedi Dresden. Yahudi menginginkan hak eksklusif sebagai korban perang, hingga meski korban perang justru bukan orang yahudi, mereka terus saja mengkampanyekan "holocoust". Tujuannya tentu saja agar mereka bisa tetap terus "memeras" seluruh masyarakat di dunia. Hingga kini misalnya, negara-negara barat terus memberikan bantuan "kompensasi korban perang" kepada Israel. Pada dekade 90-an, ketika memori rakyat Eropa tentang "holocoust" meredup, orang-orang yahudi dibawah koodinasi World Jewish Association justru mengkampanyekan "holocoust" yang oleh pengkritiknya disebut sebagai "holocoust industry". Mereka memeras perbankan Jerman dan Swiss dengan dalih mendapatkan keuntungan ilegal dari dana-dana masyarakat yahudi yang hangus selama perang, hingga dalam sekali tepuk berhasil meraup miliaran dolar. Namun, seperti biasa, dana kompensasi itu sebagian besar justru masuk ke kantong pribadi tokoh-tokoh yahudi, bukan para korban perang sebenarnya. 
    "Holocoust industry" adalah upaya-upaya sistematis orang-orang yahudi untuk melanggengkan kenangan palsu "holocoust" sembari mendapatkan keuntungan melimpah darinya. "Holocoust industry" termasuk museum-museum holocoust di beberapa negara barat, pendidikan "holocoust", LSM-LSM, buku-buku, film-film dan sebagainya. Film-film Hollywood tentang Perang Dunia II hampir pasti juga bagian dari "holocoust industry".
       Ketika rakyat Ukraina ingin memperingati peristiwa "Holomador", lobi internasional yahudi menolaknya dengan keras. "Holomador" adalah "etnis cleansing" terhadap rakyat Ukraina oleh regim komunis Uni Sovyet yang didirikan dan dijalankan secara eksklusif oleh orang-orang yahudi. Ukraina yang sebenarnya adalah lumbung gandum, namun faktanya justru mengalami bencana kelaparan massal yang menewaskan sekitar 7 juta penduduknya karena hasil panen dirampas oleh regim komunis sebelum terjadinya Perang Dunia II. Mereka juga menentang peringatan pembantaian etnis Armenia oleh Kemal Attaturk, seorang yahudi "domne" Turki. 

       Tujuan lainnya adalah agar hak eksklusif korban perang hanya menjadi milik yahudi, dan untuk memberi alasan kepada mereka melakukan terorisme terhadap rakyat Palestina. Mereka berharap masyarakat dunia memaklumi pendudukan yahudi atas Palestina karena "yahudi membutuhkan negeri sendiri" setelah mengalami "holocoust". 



Sumber : www.cahyono-adi.blogspot.com 


Continue reading

Jumat, 26 Juni 2015

Edi Ookust van Atjeh



Salah satu verklaring yang pernah ditandatangani oleh
Uleebalang Idi pada 15 April 1874






Uleebalang Idi dan Jajarannya bersama petinggi Angkatan Laut Belanda di Kuala Idi
Beberapa saat sebelum penandatanganan verklaring





Petinggi Pemerintahan Uleebalang Idi bersama Kaptem Liem
Tahun 1880






Mencari Jejak Losmen Bintang Simpatik Kota Idi






Sebuah Perdebatan Tentang Jejak Perkereta Apian Era Kolonial







Surat Bukti Saham
Perusahaan Terbatas (PT) Peudawa Petroleum Maatschappij
Didirikan di Amsterdam dengan modal f. 2.300.000 (dua juta tiga ratus ribu gulden)
pada tanggal 22 Juli 1912, dan disahkan pada tanggal 16 Agustus 1912





Continue reading

Kamis, 25 Juni 2015

Bertengkar dengan sejarah





Sebuah Akta Pengakuan yang ditandatangani Uleebalang van het Landschap Langsar 
met het onderhoorige Manyak Paed, pada 18 Mei 1877
(3 tahun setelah verklaring Tamiang dan Idi)




Sebuah jejak peninggalan kolonial tentang air bersih  
(sekarang bernama PDAM Tirta Keumuning Langsa)





Perusahaan Perkebunan Karet (rubberplantage) 
Langsa Estate Kebun Lama 1924




Bukti saham dari Perseroan Terbatas Amsterdam Langsa Rubber Maatschappij, 
dikeluarkan pada bulan Oktober 1925, dan disahkan dihadapan 
notaris M. van Reil te Amsterdam Verleden Belanda 
pada tanggal 06 Maret 1930




Stasiun Kereta Api Kuala Langsa di era kejayaan Uleebalang 
  


Kantor Urusan Administrasi dan Ekspor Karet 
Kolonial Belanda di Langsa





Continue reading

Menelusuri Jejak Negeri Penita Po Segadjah





Salah satu Verklaring yang ditandatangani Tengkoe Radja Bendahara, 
hoofd van de Kampong Seroewai Tamiang, 3 Mei 1874, 
(42 hari sebelum penandatangan Verklaring Idi)




Banjir Negeri Tamiang tahun 1907 dalam catatan kolonial



Mencari Jejak Keluarga Bangsawan Negeri Benua Tanu 




Berkalang Tanah Bersisa Adat
Kaseh Pape Setie Mati



Paduka Tengku Raja Silang
Zelfbestuurder van Landschap Tamiang
(Dalam Rangka menemukan Jejak Terakhir Paduka Seri Tengku Besar Muhammad Arifin)





Mencari jejak kejayaan masa lampau Negeri Muda Sedia

Pembangunan dan pengembangan perkebunan karet (rubberplant)
op de Onderneming Tamiang, tahun 1925




Kemajuan Perkebunan Karet Tamiang dan 
sistim pengairannya(drainase), tahun 1930.



Percobaan dan pengembangan tanaman perkebunan kelapa sawit
oleh Mopoli Estate Tamiang, tahun 1930  



Gedung Bioskop dan perhotelan 
Wajah baru negeri kami paska persentuhan anasir 
arsitektur kolonial tahun 1900-an



Continue reading

Selasa, 23 Juni 2015

Kretek Jawa, Gaya Hidup Lintas Budaya



          Kebanyakan buku-buku yang berbicara tentang rokok atau tembakau, justru seringkali menganalisis persoalan dari sisi kesehatan atau ekonomi, meskipun faktanya jumlah kaum perokok di negeri kita hampir semakin tak terbendung. Telah banyak ahli kesehatan dan aktivis kesehatan mengambil polemik tembakau sebagai objek kajiannya. Oleh karenanya, akan sangat mudah bagi kita untuk menelusuri tulisan-tulisan yang berisi berbagai macam riset kesehatan yang membahas tentang bahaya rokok bagi kesehatan, meski dipahami bahwa tulisan-tulisan tersebut nyaris tidak mempengaruhi keinginan kaum perokok. Kalangan pembela tembakau sendiri juga telah menerbitkan beberapa buku yang mengaji persoalan ini dari aspek sosial dan ekonomi, namun masih jarang penulis yang mengangkat persoalan rokok atau tembakau dari aspek budaya. Oleh sebab itulah penerbitan buku dengan judul "Kretek Jawa: Gaya Hidup Lintas Budaya" (selanjutnya disebut KJ) ini merupakan sebuah usaha yang patut diapresiasi. 
      Sejak bergulirnya rencana regulasi tembakau oleh pemerintah, masyarakat tampaknya telah terdikotomi dalam dua kutub ekstrem dan berlawanan, yakni Pro dan Kontra. Seperti guyonan "petruk jadi Raja", para pembela regulasi tembakau kebanyakan adalah para aktivis kesehatan dan beberapa wartawan senior yang idealis. Sementara di sisi yang lain, penentangnya adalah para aktivis organisasi buruh dan petani, termasuk penerimaan Negara dari cukai dan pajak rokok. Perseteruan ini kemudian menjadi semakin sedap  saat kedua pihak saling serang dengan mengedepankan kajian-kajian serta riset-risetnya masing-masing. Masalahnya, sejak awal landasan keilmuan yang digunakan untuk membangun argumentasi di antara kedua pihak nyatanya memang sama sekali berbeda. Satu orang bicara tentang kesehatan dan yang satunya lagi bicara ekonomi atau penerimaan negara. Oleh karena itu sulit dicari titik temunya. Dalam latar belakang persoalan seperti inilah tampak bahwa penerbitan buku KJ memberikan sumbangan yang cukup berarti. 
        Mengambil sudut pandang sejarah budaya, KJ mencoba memberikan wacana alternatif terkait persoalan tembakau dan rokok yang ‘cair’. KJ tidak hendak ikut campur dengan riset-riset kesehatan atau kajian-kajian sosial-ekonomi secara dikotomi, tetapi menghadirkan pembacaan persoalan secara berbeda. Di beberapa bagian KJ membahas tentang aspek ekonomi komoditas tembakau dan rokok kretek, namun persoalan itu dihadirkan melalui sudut pandang sejarah dan budaya. Jadi bukan bahasan ekonomi yang murni, melainkan pembahasan dari sudut pandang masyarakat akar rumput. Di beberapa bagian juga terdapat pendapat-pendapat terkait dampak rokok bagi kesehatan. Tetapi sekali lagi KJ menghadirkannya tidak dengan kelakuan bahasa medis yang kaku. KJ justru melihatnya dari sudut pandang orang kebanyakan. Inilah yang di maksud dengan ‘cair’. KJ tidak hendak membangun diskursus-diskursus baru, tetapi yang lebih penting adalah mewarnai diskursus yang sudah ada dengan pendekatan yang berbeda. 
         Secara substansial KJ mengupas pesoalan-persoalan tembakau dan rokok kretek dari sisi sejarah budaya. KJ menuturkan kilasan-kilasan informasi tentang asal-usul budaya merokok, asal-usul rokok kretek, rintisan usaha industrialisasi rokok kretek, dan juga budaya-budaya yang berhubungan dengan tradisi kretek di Jawa. KJ menghadirkan topik-topik tersebut dalam tulisan-tulisan yang singkat, padat, dan diperkaya dengan hadirnya foto-foto ilustrasi. Secara garis besar KJ membagi bahasan-bahasannya dalam tiga tema besar. Di bagian pertama KJ pembaca dapat membaca tentang budaya masyarakat buruh yang sehari-harinya bekerja di pabrik rokok. Dilanjutkan dengan pembahasan tentang Kudus, kota kecil di utara Jawa Tengah yang menjadi bumi kelahiran tradisi kretek dan industrialisasi kretek. Juga bahasan tentang pertanian tembakau dan pengolahannya di beberapa daerah di Jawa. Lalu dilanjutkan dengan bahasan singkat tentang industri kretek yang berkembang di kota-kota di Lembah Brantas di Jawa Timur dan uniknya merek-merek rokok zaman dahulu. 
          Pada bagian kedua KJ dijelaskan tentang nilai kretek secara historis. Pada bagian ini pembaca dapat menemukan informasi-informasi terkait asal-usul tradisi merokok kretek dan sejarah awal perkembangan rokok kretek sebagai sebuah industri. Di bagian akhir pembaca dapat menemukan kategorisasi nama-nama merek rokok yang telah diinventarisasi oleh tim penyusun buku ini. Buku yang cukup informatif bagi kalangan masyarakat yang awam atau ingin mendalami tradisi kretek di Jawa. 
         Akan tetapi, KJ bukanlah buku induk bagi kalangan yang ingin memperdalam pengetahuan tentang tradis kretek di Jawa. Jika dibandingkan dengan buku bertema sama yang disusun oleh Mark Hanusz berjudul Kretek: the Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes, KJ masih sekadar mukadimah. Karena itulah bahasan-bahasan dalam KJ tidak disusun secara panjang lebar dan mendalam. Bisa dikatakan KJ lemah dalam hal kedalaman informasi dan lebih banyak bernarasi tentang budaya kretek di kehidupan keseharian daripada berusaha menghadirkan deskripsi ilmiah yang dalam. KJ lebih tepat digolongkan sebagai referensi awal untuk memulai penelusuran tentang budaya tembakau dan kretek di Jawa, bukan sebagai buku induk yang menjadi rujukan. 
(Fafa Firdausi) 
By Sejarawan Muda on 15 Oktober 2012 
Sumber : https://sejarawanmuda.wordpress.com/

Continue reading

Film Sejarah

KATALOG BUKU SEJARAH

 

No. Kalaog

Judul Film Dokumenter

Besaran

 File

Sumber

Nama Kota

Tahun Terbit

001.3.1/SAA

Sejarah PT. Kereta Api Indonesia Part I

13,00 MB

www.kereta-api.co.id

Bandung

 

001.3.2/SAA

Sejarah PT. Kereta Api Indonesia Part II

12,10 MB

www.kereta-api.co.id

Bandung

 

001.3.3/SAA

The Rape of Nankin

21,40 MB

 

 

 

001.3.4/SAA

Mengenang Sejarah Kemerdekaan Indonesia

3, 85 MB

 

 

 

001.3.5/SAA

Candi Dieng

14,10 MB

 

 

 

001.3.6/SAA

Candi Mendut

13,60 MB

 

 

 

001.3.7/SAA

Candi Borobudur

18,00 MB

 

 

 

001.3.8/SAA

Sejarah Proses Masuknya Islam ke Indonesia

7, 29 MB

 

 

 

001.3.9/SAA

Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947)

8,26 MB

 

 

 

001.3.10/SAA

Batavia 1910-1915

41,00 MB

 

 

 

001.3.11/SAA

Colonial Dutch Indides Part I

35,80 MB

Diane Dickason

Australia

 

001.3.12/SAA

Colonial Dutch Indides Part II

29,50 MB

Diane Dickason

Australia

 

001.3.13/SAA

Colonial Dutch Indides Part III

38,40 MB

Diane Dickason

Australia

 

001.3.14/SAA

Colonial Dutch Indides Part IV

26, 50 MB

Diane Dickason

Australia

 

001.3.15/SAA

Strijd om IndieHet Nederlands-Indonesische Conflik 1945-1949

45,10 MB

 

 

 

001.3.16/SAA

Indonesia 1940, Pre War Oud Indi.KNIL.

22, 20 MB

 

 

 

001.3.17/SAA

Magelang is Je bergstad in Midden Java

9, 02 MB

 

 

 

001.3.18/SAA

Malang Tempo Doelue

4,31 MB

 

 

 

001.3.19/SAA

1e politionele actie 21 Juli 1947-Java

18,40 MB

Brengers van Recht en Veiligheid I

 

 

001.3.20/SAA

Hitler's Warriors - Rommel The Hero

268 MB

 

 

 

001.3.21/SAA

Sejarah Dibalik_98

240 MB

www.sangdewa.com

 

 

001.3.22/SAA

Saya Rasa Itu Sulit Untuk Dilupakan

(1965-1979)

109 MB

http://bustamin-against

 

 

001.3.23/SAA

Propaganda Jepang Part I

6,42 MB

https://sejarawanmuda

 

 

001.3.24/SAA

Propaganda Jepang Part II

8,21 MB

https://sejarawanmuda

 

 

001.3.25/SAA

Propaganda Jepang Part III

11,50 MB

https://sejarawanmuda

 

 

001.3.26/SAA

 Peristiwa Pearl Harbor

35,60 MB 

https://sejarawanmuda

 

 

001.3.27/SAA

 Pertempuran di front Afrika Utara Part I

40,60 MB 

https://sejarawanmuda

 

 

001.3.28/SAA

 Pertempuran di front Afrika Utara Part II

 41,10 MB

https://sejarawanmuda

 

 

001.3.29/SAA

 Pertempuran di front Afrika Utara Part III

42,60 MB

https://sejarawanmuda

 

 

 

Continue reading